Beranda | Artikel
Menambah Ibadah Di Awal Tahun Baru Masehi
Rabu, 12 Januari 2011

MENAMBAH IBADAH DI HARI-HARI MEREBAKNYA KEMAKSIATAN (TAHUN BARU MASEHI)

Pertanyaan
Apa hukum amalan ibadah di waktu merebaknya kemaksiatan manusia (seperti awal Tahun Baru masehi) dalam rangka mengamalkan sabda Nabi Shallallahu’alaih wa sallam :

العِبَادَةُ في الهَرْجِ كهِجْرةٍ إلَيَّ

Beribadah waktu kemaksiatan (merebak) seperti berhijrah kepadaku?

Jawaban
Alhamdulillah.

Seorang muslim yang komitmen dengan agamanya adalah yang senantiasa mengingat Allah Subhanaahu wa Ta’la dalam sepi dan terang-terangan, suka dan duka. Tidak pernah melupakan tuhannya dari ingatan dan hatinya. Tidak tersibukkan ibadahnya dengan kesibukan (lain). Tidak memalingkan kecintaan-Nya dengan sesuatu yang dapat memalingkannya. Dalam semua urusannya sangat menjaga beribadah kepada Allah. Menjaga umurnya untuk taat kepada Tuhan dan Penolongnya. Ketika berkumpul dengan para ahli ibadah, berlomba untuk mendapatkan keridha’an Allah. Dan jika dia melihat orang yang lalai, dia merasakan nikmat Allah yang telah mencintai-Nya. Mereka adalah alghuraba yang berpegang teguh pada agamanya seperti memegang bara api. Sebagaimana yang ada dalam hadits akan keutamaan amalan-amalannya. Berpegang teguh terhadap Sunnah di waktu fitnah, cobaan dan keterasingan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا ، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا ، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ رواه مسلم 145

Dari Abu Hurairah Radhiyalahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Islam datang dalam kondisi terasing. Dan akan kembali sebagaimana pertama kali datang dalam kondisi asing. Maka berbahagialah bagi orang-orang terasing” [HR. Muslim, 145]

Keutamaan didapatkan bagi orang yang menjaga Sunnah, melaksanakan ketaatan dan ibadah pada waktu fitnah dan lalai. Sebagaimana dia menjaganya pada saat orang-orang berbuat baik dan ketakwaan. Maka dia adalah seorang yang suka beramal dan ahli ibadah dalam semua kondisi. Seperti inilah yang disebuatkan dalam hadits dengan sanjungan dan pujian.

Adapun apa yang dipahami oleh sebagian orang, ada di antara mereka menunggu hari-hari kemaksiatan dan kemungkaran merebak (seperti malam tahun baru masehi, ed) lalu bersegera mengkhususkan pada hari itu dengan berpuasa atau qiyamullail, padahal hal itu bukan sikap dan kebiasaan yang selalu dilakukan pada keseharian dan kondisi normal. Ini bukan pemahaman hadits yang benar. Bukan juga termasuk yang diinginkan oleh pembuat syariat yang bijaksana.

Akan tetapi maksudnya adalah anjuran untuk senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah. Melaksanakan secara sempurna perintah Allah Ta’ala. Agar seorang muslim tetap menjadi cahaya di atas bumi pada waktu terjadi kegelapan. Dan ketika bertemu dengan Allah dia tidak menyalahi janji setia yang telah dia nyatakan ketika menyerahkan dirinya secara penuh kepada Allah Azza Wa jalla.

Inilah kondisi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, dimana hari dan waktunya diikhlaskan hanya karena Allah. Tidak pernah meninggalkan kesempatan kecuali untuk beribadah. Sampai Usamah bin Zaid Radhiyalalhu anhu bertanya kepada beliau:

“Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat anda berpuasa satu bulan diantara bulan-bulan sebagaimana anda berpuasa di bulan Sya’ban. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ  –  رواه النسائي في “السنن” ، رقم/2357 وحسنه الألباني في “السلسلة الصحيحة، رقم/1898

Bulan itu kebanyakan orang lalai, yaitu antara bulan Rajab dan Ramadan. Ia adalah bulan amalan-amalan diangkat kepada Tuhan Seluruh alam. Saya ingin ketika amalanku diangkat dalam kondisi berpuasa” [HR. Nasa’i di Sunan, no: 2357 dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam ‘As-Silsilah As-Shahihah, no. 1898]

Dan ini termasuk arti hadits yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu anhu sesunggunya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ  – رواه مسلم، رقم 2948

Beribadah waktu terjadi fitnah seperti hijrah kepadaku” [HR. Muslim, 2948]

Imam Nawawi rahimahulah mengatakan, “Maksud dari kata ‘Al-Harj’ disini adalah fitnah dan simpang siurnya urusan. Sebab banyaknya keutamaan beribadah di dalamnya. karena orang-orang lalai dan tersibukkan sehingga tidak ada yang fokus (beribadah) melainkan sedikit sekali.” [Syarah Muslim, 18/88]

Sehingga menurut kami, baik untuk penanya dan lainnya di kalangan umat Islam, tidak semestinya mengkhususkan malam awal tahun baru masehi dengan beribadah sebagai bentuk tandingan terhadap orang kafir yang bergelimang dalam kemaksiatan. Kecuali kalau qiyam dan puasa merupakan kebiasan orang tersebut dalam kesehariannya. Maka tidak mengapa melakukan ibadah pada malam itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan terhadap amal dan niatannya.

Telah dijelaskan peringatan mengkhususkan malam-malam perayaan orang kafir dengan ibadah tertentu dalam jawaban soal no. 113064.

Wallahua’lam.

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2949-menambah-ibadah-di-hari-hari-merebaknya-kemaksiatan-tahun-baru-masehi.html